Pertanyaan Terpenting Untuk Calon Dokter

on Selasa, 04 September 2012

"Sebuah kisah menarik untuk instropeksi diri kita, tidak hanya bagi seorang calon dokter, tapi juga calon pemimpin, calon pengusaha dan profesi yang lainnya..."


Namaku Riri, aku saat ini sedang kuliah semester akhir di sebuah universitas negeri. Aku kuliah disebuah jurusan yang cukup favorit. Sebuah jurusan - yang aku yakini - dapat membuat hidupku lebih baik di masa mendatang.

Bukan kehidupan yang hanya untukku, tetapi juga buat keluargaku yang telah susah payah mengumpulkan uang - agar aku dapat meneruskan dan meluluskan kuliahku. Kakakku juga rela untuk tidak menikah tahun ini, karena ia harus menyisihkan sebagian gajinya untuk membiayai tugas akhir dan biaya-biaya lainnya yang cukup tinggi.

Hari ini adalah hari ujian semesteranku. Mata kuliah ini diampu oleh dosen yang cukup unik, dia ingin memberikan pertanyaan-pertanyaan ujian secara lisan. "Agar aku bisa dekat dengan mahasiswa." katanya beberapa waktu lalu.

Satu per satu pertanyaan pun dia lontarkan, kami para mahasiswa berusaha menjawab pertanyaan itu semampu mungkin dalam kertas ujian kami. Ketakutanku terjawab hari ini, 9 pertanyaan yang dilontarkannya lumayan mudah untuk dijawab. Jawaban demi jawaban pun dengan lancar aku tulis di lembar jawabku.

Tinggal pertanyaan ke-10.

"Ini pertanyaan terakhir." kata dosen itu.

"Coba tuliskan nama ibu tua yang setia membersihkan ruangan ini, bahkan seluruh ruangan di gedung Jurusan ini !" katanya.

Seluruh ruangan pun tersenyum. Mungkin mereka menyangka ini hanya gurauan, jelas pertanyaan ini tidak ada hubungannya dengan mata kuliah yang sedang diujikan kali ini.

"Ini serius !" lanjut Pak Dosen yang sudah agak tua itu dengan tegas. "Kalau tidak tahu mending dikosongkan aja, jangan suka mengarang nama orang !"

Aku tahu ibu tua itu, dia mungkin juga satu-satunya cleaning service di gedung jurusan kedokteran ini. Aku tahu dia, orangnya agak pendek, rambut putih yang selalu digelung, dan ia selalu ramah serta amat sopan dengan mahasiswa-mahasiswa di sini. Ia selalu menundukkan kepalanya saat melewati kerumunan mahasiswa yang sedang nongkrong.

Tapi satu hal yang membuatku konyol.. aku tidak tahu namanya ! dan dengan terpaksa aku memberi jawaban 'kosong' pada pertanyaan ke-10 ini.

Ujian pun berakhir, satu per satu lembar jawaban pun dikumpulkan ke tangan dosen itu. Sambil menyodorkan kertas jawaban, aku memberanikan bertanya kepadanya kenapa ia memberi 'pertanyaan aneh' itu, serta seberapa pentingkah pertanyaan itu dalam ujian kali ini.

"Justru ini adalah pertanyaan terpenting dalam ujian kali ini" katanya. Beberapa mahasiswa pun ikut memperhatikan ketika dosen itu berbicara.

"Pertanyaan ini memiliki bobot tertinggi dari pada 9 pertanyaan yang lainnya, jika anda tidak mampu menjawabnya, sudah pasti nilai anda hanya C atau D !"

Semua berdecak, aku bertanya kepadanya lagi, "Kenapa Pak ?"

Kata dosen itu sambil tersenyum, "Hanya yang peduli pada orang-orang sekitarnya saja yang pantas jadi "DOKTER" Ia lalu pergi membawa tumpukan kertas-kertas jawaban ujian itu.



Sumber


Ibu yang berjasa


Apa yang paling dinanti seorang wanita yang baru saja menikah ? Sudah pasti jawabannya adalah : k-e-h-a-m-i-l-a-n. Seberapa jauh pun jalan yang harus ditempuh, Seberat apa pun langkah yang mesti diayun, Seberapa lama pun waktu yang harus dijalani, Tak kenal menyerah demi mendapatkan satu kepastian dari seorang bidan: p-o-s-i-t-i-f.
Meski berat, tak ada yang membuatnya mampu bertahan hidup kecuali benih dalam kandungannya. Menangis, tertawa, sedih dan bahagia tak berbeda baginya, karena ia lebih mementingkan apa yang dirasa si kecil di perutnya. Seringkali ia bertanya : menangiskah ia? Tertawakah ia? Sedihkah atau bahagiakah ia di dalam sana? Bahkan ketika waktunya tiba, tak ada yang mampu menandingi cinta yang pernah diberikannya, ketika itu mati pun akan dipertaruhkannya asalkan generasi penerusnya itu bisa terlahir ke dunia. Rasa sakit pun sirna, ketika mendengar tangisan pertama si buah hati, tak peduli darah dan keringat yang terus bercucuran. Detik itu, sebuah episode cinta baru saja berputar.

Tak ada yang lebih membanggakan untuk diperbincangkan selain anak. Tak satu pun tema yang paling menarik untuk didiskusikan bersama rekan sekerja, teman sejawat, kerabat maupun keluarga, kecuali anak. Si kecil baru saja berucap "Ma?" segera ia mengangkat telepon untuk mengabarkan ke semua yang ada di daftar telepon. Saat baru pertama berdiri, ia pun berteriak histeris, antara haru, bangga dan sedikit takut si kecil terjatuh dan luka. Hari pertama sekolah adalah saat pertama kali matanya menyaksikan langkah awal kesuksesannya. Meskipun disaat yang sama, pikirannya terus menerawang dan bibirnya tak lepas berdoa, berharap sang suami tak terhenti rezekinya. Agar langkah kaki kecil itu pun tak terhenti di tengah jalan.

"Demi anak", "Untuk anak", menjadi alasan utama ketika ia berada di pasar berbelanja keperluan si kecil. Saat ia berada di pesta seorang kerabat atau keluarga dan membungkus beberapa potong makanan dalam tissue. Ia selalu mengingat anaknya dalam setiap suapan nasinya, setiap gigitan kuenya, setiap kali hendak berbelanja baju untuknya. Tak jarang, ia urung membeli baju untuk dirinya sendiri dan berganti mengambil baju untuk anak. Padahal, baru kemarin sore ia membeli baju si kecil. Meski pun, terkadang ia harus berhutang. Lagi-lagi atas satu alasan, demi anak.

Di saat pusing pikirannya mengatur keuangan yang serba terbatas, periksalah catatannya. Di kertas kecil itu tertulis: 1. Beli susu anak; 2. Uang sekolah anak. Nomor urut selanjutnya baru kebutuhan yang lain. Tapi jelas di situ, kebutuhan anak senantiasa menjadi prioritasnya.
Bahkan, tak ada beras di rumah pun tak mengapa, asalkan susu si kecil tetap terbeli. Takkan dibiarkan si kecil menangis, apa pun akan dilakukan agar senyum dan tawa riangnya tetap terdengar.

Ia menjadi guru yang tak pernah digaji, menjadi pembantu yang tak pernah dibayar, menjadi pelayan yang sering terlupa dihargai, dan menjadi babby sitter yang paling setia. Sesekali ia menjelma menjadi puteri salju yang bernyanyi merdu menunggu suntingan sang pangeran. Keesokannya ia rela menjadi kuda yang meringkik, berlari mengejar dan menghalau musuh agar tak mengganggu. Atau ketika ia dengan lihainya menjadi seekor kelinci yang melompat-lompat mengelilingi kebun, mencari wortel untuk makan sehari-hari. Hanya tawa dan jerit lucu yang ingin didengarnya dari kisah-kisah yang tak pernah absen didongengkannya. Kantuk dan lelah tak lagi dihiraukan, walau harus menyamarkan suara menguapnya dengan auman harimau. Atau berpura-pura si nenek sihir terjatuh dan mati sekadar untuk bisa memejamkan mata barang sedetik. Namun, si kecil belum juga terpejam dan memintanya menceritakan dongeng ke sekian. Dalam kantuknya, ia pun terus mendongeng.

Tak ada yang dilakukannya di setiap pagi sebelum menyiapkan sarapan anak-anak yang akan berangkat ke kampus. Tak satu pun yang paling ditunggu kepulangannya selain suami dan anak-anak tercinta. Serta merta kalimat, "sudah makan belum?" tak lupa terlontar saat baru saja memasuki rumah. Tak peduli meski si kecil yang dulu kerap ia timang dalam dekapannya itu, sekarang sudah menjadi orang dewasa yang bisa saja membeli makan siangnya sendiri di kampus.

Hari ketika si anak yang telah dewasa itu mampu mengambil keputusan terpenting dalam hidupnya, untuk menentukan jalan hidup bersama pasangannya, siapa yang paling menangis? Siapa yang lebih dulu menitikkan air mata? Lihatlah sudut matanya, telah menjadi samudera air mata dalam sekejap. Langkah beratnya ikhlas mengantar buah hatinya ke kursi pelaminan. Ia menangis melihat anaknya tersenyum bahagia dibalut gaun pengantin. Di saat itu, ia pun sadar, buah hati yang bertahun-tahun menjadi kubangan curahan cintanya itu tak lagi hanya miliknya. Ada satu hati lagi yang tertambat, yang dalam harapnya ia berlirih, "Masihkah kau anakku?"

Saat senja tiba. Ketika keriput di tangan dan wajah mulai berbicara tentang usianya. Ia pun sadar, bahwa sebentar lagi masanya kan berakhir. Hanya satu pinta yang sering terucap dari bibirnya, "Bila ibu meninggal, ibu ingin anak-anak ibu yang memandikan. Ibu ingin dimandikan sambil dipangku kalian". Tak hanya itu, imam shalat jenazah pun ia meminta dari salah satu anaknya. "Agar tak percuma ibu mendidik kalian menjadi anak yang shalih & shalihat sejak kecil," ujarnya.

Duh ibu, semoga saya bisa menjawab pintamu itu kelak. Bagaimana mungkin saya tak ingin memenuhi pinta itu? Sejak saya kecil ibu telah mengajarkan arti cinta sebenarnya. Ibulah madrasah cinta saya, Ibulah sekolah yang hanya punya satu mata pelajaran, yaitu "cinta". Sekolah yang hanya punya satu guru yaitu "pecinta". Sekolah yang semua murid-muridnya diberi satu nama: "anakku tercinta".Terima kasih buat ibu dan ayahku yang telah membesarkan aku dari kecil sampai sekarang udh beranjak dewasa.

Sumber

Wortel, Telur dan Kopi

on Rabu, 08 Agustus 2012

Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan menanyakan mengapa hidup ini terasa begitu berat baginya. Ia tidak tahu bagaimana menghadapinya dan hampir menyerah. Ia sudah lelah untuk berjuang. Sepertinya setiap kali satu masalah selesai, timbul masalah baru.

Ayahnya, seorang koki, membawanya ke dapur. Ia mengisi 3 panci dengan air dan menaruhnya di atas api.

Setelah air di panci-panci tersebut mendidih. Ia menaruh wortel di dalam panci pertama, telur di panci kedua dan ia menaruh kopi bubuk di panci terakhir. Ia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak membungkam dan menunggu dengan tidak sabar, memikirkan apa yang sedang dikerjakan sang ayah. Setelah 20 menit, sang ayah mematikan api.

Ia menyisihkan wortel dan menaruhnya di mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya di mangkuk yang lain, dan menuangkan kopi di mangkuk lainnya.

Lalu ia bertanya kepada anaknya, “Apa yang kau lihat, nak?”"Wortel, telur, dan kopi” jawab si anak. Ayahnya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel itu. Ia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Ayahnya lalu memintanya mengambil telur dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapati sebuah telur rebus yang mengeras.

Terakhir, ayahnya memintanya untuk mencicipi kopi. Ia tersenyum ketika mencicipi kopi dengan aromanya yang khas. Setelah itu, si anak bertanya, “Apa arti semua ini, Ayah?”

Ayahnya menerangkan bahwa ketiganya telah menghadapi ‘kesulitan’ yang sama, melalui proses perebusan, tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, wortel menjadi lembut dan lunak. Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Bubuk kopi mengalami perubahan yang unik. Setelah berada di dalam rebusan air, bubuk kopi merubah air tersebut.

“Kamu termasuk yang mana?,” tanya ayahnya. “Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana kau menghadapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?” Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kamu menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatanmu.”

“Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut? Dengan jiwa yang dinamis, namun setelah adanya kematian, patah hati, perceraian atau pemecatan maka hatimu menjadi keras dan kaku. Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kamu menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku?.”

“Ataukah kamu adalah bubuk kopi? Bubuk kopi merubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasanya yang maksimal pada suhu 100 derajat Celcius. Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi terasa semakin nikmat.”

“Jika kamu seperti bubuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk, kamu akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan di sekitarmu juga membaik.”

“Ada raksasa dalam setiap orang dan tidak ada sesuatupun yang mampu menahan raksasa itu kecuali raksasa itu menahan dirinya sendiri”

Lirih...

on Selasa, 17 Juli 2012

Disaat kawan kita tersungkur jatuh,
Disaat kawan kita menjerit lirih,
Disaat kawan kita terjebak diantara kungkungan bathin dan penyesalan,,,
Masih pantaskah kita terus menebar tawa &
mengobral suka cita..
Diam pun sudah tak cukup lagi,,
Jika tangan ini mampu meraih,
Jika kaki ini mampu melangkah,
Takkan kubiarkan kau sendiri disana..
Takkan kubiarkan kau membisu bermuram durja
Seakan dunia sudah tak lagi berwarna,
Seakan hidup ini telah ternoda..

Tegarlah kawan,
Tak perlu kau sesali apa yang telah terjadi,,
Bangkitlah, dan hadapi apapun yang akan terjadi nanti,
Sembari berserah diri pada Ilahi
Biarkan semua ini menjadi pelajaran bagi kita untuk menjadi lebih dewasa,,
Satu hal yang tak boleh kau lupa..
Hidup ini memang tidak semudah yang kita bayangkan,
Tetapi, hidup ini juga tak sesulit yang kita perkirakan,,
Jangan biarkan penyesalan itu mengekang hidupmu
Wake up guys, keep move on..
Percayalah...
Semua akan baik-baik saja..

tribute to : Defri Kristianto
Tangerang, 17 Juli 2012
13:35

Fh

Kebahagiaan Sejati

on Kamis, 07 Juni 2012



Lama dah punya blog, tapi selama ini cuma bisa copas dari milis atau blog tetangga hehe.. 
Ok deh, lets write n' write...

Hari ini sebenarnya bukan hari yang tepat buat ngeblog tapi daripada bengong sambil nahan pilek dan batuk yang penting bisa mengasah ketrampilan menulis saya. Tapi dari keadaan saya yang saat ini kurang fit, saya jadi ingat suatu mutiara hadist rosul bahwa tiada hamba yang dicoba sakit oleh tuhannya lebih dari 3 hari, kecuali Alloh akan mengampuni dosa-dosanya Amiiin.....
Ok, Cukup deh basa-basinya sekarang back to judul.

Jika ada seseorang yang bertanya kepadaku apakah arti dari sebuah Kebahagiaan?

Hmm, sebelum saya menjawab pertanyaan tersebut saya akan mengajak anda untuk mengingat-ingat pelajaran jaman smp dulu.

Apakah anda masih ingat dengan istilah manusia adalah mahluk sosial?
Yah, manusia disebut sebagai mahluk sosial karena untuk dapat menjalani kehidupan ini manusia membutuhkan orang lain.
Trus kenapa manusia dalam hidup ini membutuhkan orang lain?
Karena pada dasarnya tidak ada manusia yang sempurna, No body perfect, Tiada gading yang tak retak. Berarti setiap manusia pasti mempunyai kekurangan. Dan ketika ada orang lain yang melengkapi kekurangannya itu, maka hatinya akan senang, gembira, bahagia dll.

Trus bagaimana dengan orang lain yang melengkapi kekurangan itu? 
Ok, ketika seseorang dengan ketulusan hatinya memberikan sesuatu untuk melengkapi kekurangan orang lain katakan namanya si A, dan ternyata si A tersebut merasa senang dan gembira dengan pemberian  tersebut maka saya yakin sebagai manusia dia pasti merasa gembira. 
Mau bukti?
jika anda pernah melakukan kegiatan PDKT pada orang yang anda taksir, dan untuk meyakinkan dia, anda memberinya sebuah hadiah, tanpa anda sadari ternyata dia sangat senang sekali dengan hadiah  anda itu, bagaimana perasaan anda? Senang atau sedih? Silahkan anda jawab sendiri.

Ketika ada seseorang yang bisa berbagi dengan orang lain yang membutuhkan. Dan ternyata pemberiannya itu benar-benar bermakna bagi orang lain tersebut, maka hatinya akan merasa plong, lega, gembira, bahagia dll. 

Selain itu anda juga akan mendapatkan kenikmatan atau kebarokahan yang lain yang mungkin tidak pernah anda kira sebelumnya.
Mungkin anda mengenal Bill Gates, pemilik Microsoft. Dia adalah orang yang pernah menjadi orang terkaya sedunia selama bertahun-tahun. Mungkin anda akan menebak karena software berbayarnya banyak digunakan di dunia.Tapi ternyata ada seorang tokoh yang mengatakan bahwa yang menjadikan Bill Gates orang terkaya nomer 1 di Dunia adalah karena dia ini suka bersedekah. Seandainya dia tidak suka bersedekah mungkin dia tidak akan mempunyai kekayaan sebanyak itu, lanjutnya. Bill ini sering memberikan bantuan kepada organisasi2 dan pemerintah. bahkan kabarnya Pemerintah kita juga  pernah dapat bantuan dari Om Bill Gates ini.
Nah lo!

Mungkin itu adalah wujud dari sedekah nyata dari Bill Gates. Ada juga sedekah Bill yang tidak nyata, yaitu tidak menuntut orang-orang yang membajak softwarenya, Pernah suatu ketika Bill ini ditanya bagaimana tanggapannya dengan pembajakan software yang kerap terjadi di Asia. Apa jawabnya? dia justru menganggap hal itu sebagai promosi gratis, sekaligus candu yang akan membuat mereka ingin mencicipi produk microsoft yang asli.
seandainya dia menuntut setiap orang/perusahaan yang membajak softwarenya, berapa duit yang akan dia dapat??? itulah salah satu bentuk sedekah tidak nyata Om Bill yang sering tidak kita sadari.
dan masih banyak lagi kisah2 lain yang mirip dengan ini.



Trus bagaimana caranya agar kita bisa memiliki jiwa ikhlas saat memberi?

Ok, sekarang jawabnya adalah dengan bersyukur. Dengan kita bersyukur maka nikmat yang sebelumnya kita anggap kecil, menjadi begitu besar dan patut kita syukuri. Dengan syukur ini pula maka kita akan mendapat kepuasan batin yang menghentikan sifat tamak kita.

Lalu bagaimana caranya agar kita mampu bersyukur?
Pada dasarnya manusia adalah mahluk yang tamak, rakus dan tidak pernah merasa puas. Disebuah mutiara hadits disebutkan bahwa  ketika manusia diberi harta sebanyak 1 jurang, maka dia akan mencari jurang yang kedua, ketika diberi 2 jurang maka akan mencari jurang yang ketiga, dan seterusnya dia hanya akan berhenti jika tanah telah memenuhi perutnya (mati).
Cara paling efektif untuk bisa bersyukur adalah dengan instropeksi diri dan melihat orang-orang yang berada di bawah kita.

Coba anda lihat apa yang saat ini anda miliki? Rumah, Mobil, Motor, Perhiasan, dapat makan dengan kenyang dll.
Sekarang coba lihatlah orang disekitar kita,
adakah orang yang mencoba mengais2 rezeki dari tumpukan sampah?
adakah orang yang terus mendorong gerobaknya meski waktu sudah memasuki saat sholat maghrib?
Apakah anak anda harus ikut memanggul panci saat orang tuanya sedang menjual panci?
apakah semua yang anda miliki saat ini, mereka juga memilikinya? 
Silahkan anda jawab sendiri..

Dari sinilah akan muncul perasaan bersyukur, Alhamdulillah, meski gaji saya sedikit tapi nasib saya lebih baik dari mereka. Alhamdulillah anak-anak saya dapat bersekolah dengan full tanpa harus susah2 membantu pekerjaan harian saya. Dan Alhamdulillah, Alhamdulillah yang lain pun akan muncul.

Syukur ibarat sebuah alarm kehidupan kita, untuk mendaki puncak kehidupan ini. Dengan syukur ini rasa tamak kita sebagai manusia, rasa rakus kita, rasa tidak puas kita, semuanya dapat kita kendalikan. Sehingga kita tidak mencari kepuasan dunia ini dengan membabi buta.

Jika saya gambarkan,jika kehidupan manusia kita anggap layang-layang, pasti setiap anak yang bermain layang-layang ingin layangannya itu terbang tinggi. Lalu apakah setelah layang-layang itu terbang, anak itu akan mengolor semua senarnya tanpa menahan sedikitpun? Jika dia sudah ahli maka dia akan menahan layangan tadi dan mengolornya sedikit2 agar layangannya bisa terbang tinggi dengan baik. Seandainya layang-layang tadi diolor terus maka bisa jadi layangan itu malah akan jatuh atau nyangkut.

Demikian pula dengan hidup ini, setiap orang ingin menuju puncak kehidupan ini. Tapi agar rencana kita itu dapat berhasil harus kita tahan2 dulu sebentar untuk bersyukur dan berbagi, agar apa yang telah kita rencanakan itu benar2 bisa berjalan dengan baik.
jadi syukur adalah keadaan dimana kita menghentikan sementara laju ego kita dengan melihat orang-orang yang mempunyai nasib kurang beruntung dibanding kita, dengan tujuan kita sadar bahwa semua kenikmatan ini adalah semata-mata pemberian yang maha kuasa.

Dengan hati yang bisa bersyukur ini maka akan timbul keinginan untuk berbagi dengan orang yang kekurangan.

Dari semua penjelasan diatas dapat saya simpulkan bahwa;

"Kebahagiaan sejati adalah keadaan dimana kita dapat saling berbagi dan mensyukuri apa yang telah dikaruniakan Alloh pada kita"

Ok, ini adalah hasil dari pemikiran saya pribadi. jika ada kekurangan dah kelebihan silahkan anda komentari.

Terima Kasih Atas Kunjungan Anda di Blog Saya,,



Tangerang Selatan, 7 Juni 2012

FH

Ayam Negeri & Ayam Kampung


Pada suatu hari, seorang ayah dan seorang anak laki-lakinya yang sudah menjelang dewasa tampak sedang bersama-sama memberi makanan pada ayam-ayam peliharaan mereka. Keluarga ini memang memelihara banyak ayam dari berbagai jenis, yang terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu ayam kampung dan ayam negeri.

Di sela-sela kesibukan itu, tiba-tiba sang ayah bertanya pada anaknya : "Nak, kalau kau harus memilih, yang mana kau lebih suka, jadi ayam negeri atau jadi ayam kampung?" Sang anak tertegun mendengar pertanyaan tersebut. Ia tidak mampu menjawab.

"Apa maksud ayah?" katanya sejurus kemudian.

"Ini hanya sebuah permisalan. Bila kelak engkau menjadi lebih dewasa nanti, ada dua cara hidup yang bisa engkau pilih, yaitu cara hidup seperti ayam negeri, atau sebagai ayam kampung", jelas ayahnya.

"Ah, aku tahu ! Tentu aku memilih hidup seperti ayam kampung. Ia selalu bebas pergi ke mana saja ia mau..", jawab sang anak dengan antusias.

Si ayah yang bijaksana ini tersenyum sambil membenarkan. "Selain kebebasan, masih banyak hal-hal lain yang bisa kita ambil dari kehidupan ayam kampung, dibanding dengan kehidupan ayam negeri", lanjut ayahnya. Lalu ia mulai berbicara panjang lebar untuk menjelaskan falsafah hidup ayam kampung kepada anak kesayangannya tersebut.

Ayam kampung berbeda terhadap ayam negeri dalam banyak hal. Perbedaan pertama yang telah disebut di atas adalah hal kebebasan. Ayam kampung selalu hidup bebas di alam lepas. Pergi ke sana ke mari mencari makan, bermain, dan bercengkerama. Sementara itu, ayam negeri selalu hidup di kandang yang bagus.

Pada malam hari, ayam kampung tidur seadanya, di mana saja. Tidak perlu di kandang, bahkan acapkali hanya di atas jerami atau pada seutas ranting. Sedangkan ayam negeri siang malam ada di kandang yang nyaman, termasuk waktu tidur. Kandangnya itu, benar-benar dibuat nyaman, bersih karena setiap hari dibersihkan. Kesehatan lingkungannya di jaga, bahkan temperatur ruangan harus selalu diatur dengan nyala lampu agar tetap hangat.

Ayam kampung mencari makan sendiri, berjuang menyibak semak-semak, mengorek sampah, merambah selokan, berpanas dan berhujan menyantap apa saja yang bisa disantapnya. Tidak peduli kotoran dan tidak hirau pelimbahan, demi menyambung hidup yang keras dari hari ke hari.

Ayam negeri di lain pihak, disediakan makanan oleh majikannya dengan makanan khusus. Penuh gizi dan bebas hama . Jadwal teratur, dan tidak boleh menyentuh makanan sembarangan. Sekali-sekali pada waktu- waktu tertentu, ayam negeri juga diberi suntikan agar lebih sehat dan produktif.


Melihat kenyataan itu, tentu terpikir oleh kita bahwa sudah sepantasnya kalau ayam negeri memiliki kelebihan dalam segala hal dibanding ayam kampung. Tapi apa nyatanya? Ayam negeri sangat sensitif. Ada keadaan yang sedikit saja menyimpang dari seharusnya, sakitlah ia. Satu sakit, yang lain pun sakit, dan akhirnya semua mati.

Sebaliknya,. ayam kampung tidak pernah sakit, tubuhnya sehat dan kuat, berkat gemblengan alam. Itu yang membuatnya tidak pernah sakit. Ia pun berjuang setiap hari di alam terbuka, melawan kekerasan alam untuk mencari nafkahnya. Ayam kampung juga memiliki rasa pengorbanan, tidak ragu untuk menyibak semak, mengorek sampah dan

merambah selokan, berpanas dan berhujan sambil membimbing anak- anaknya mencari makan, agar mereka tegar seperti induknya.

Sang ayah yang bijaksana tadi berkata lagi : "Lihat, meski bergelimang berbagai kenyamanan, ayam negeri itu sesungguhnya sudah kehilangan identitas sebagai makhluk yang bebas. Statusnya sudah diubah oleh mahluk lain yang bernama manusia, tidak lagi sebagai mahluk hidup, melainkan sebagai mesin. Mesin yang menghasilkan telur dan daging dalam jumlah besar bagi keperluan manusia.."

Moral apa yang bisa kita serap dari fenomena ayam kampung dan ayam negeri ini?

Manusia bisa berkaca dari cermin kehidupan ayam negeri dan ayam kampung. Dalam bekerja mencari nafkah serta meniti karir, kebanyakan generasi muda menghendaki kehidupan nyaman tidak ubahnya bagai kehidupan ayam negeri. Mendambakan hidup nikmat di mana segala kebutuhannya dipenuhi, jauh dari beratnya perjuangan hidup, jauh dari gemblengan dan tantangan alam, bahkan kalau perlu tidak usah tahu dengan yang namanya cucuran keringat serta beratnya banting tulang.

Sejak selesai sekolah, rata-rata pemuda sudah terpola untuk bisa diterima bekerja di sebuah perusahaan besar, menerima gaji besar, mendapat sejumlah jaminan dan fasilitas-fasilitas tertentu, mampu membeli rumah dan mobil sendiri, serta berkantor di salah satu gedung megah dan mewah di kawasan bisnis bergengsi. Sekolah dianggap sebagai sarana yang memberikannya standar pengakuan sebagai tiket untuk mendapatkan semua itu.

Di sana terselip sebuah pengharapan bahwa, semakin tinggi pendidikan yang ditempuh, semakin tinggi pula jabatan yang akan ia peroleh dari perusahaan, dan mereka mengira, semakin santai pula pekerjaan yang akan diberikan kepadanya. Hidup tenang dengan serba berkecukupan bahkan berkelimpahan.

Tak perlu disangsikan lagi bahwa pedoman hidup yang dianut generasi muda ini, sama dan sebangun dengan liku-liku kehidupan ayam negeri. Mereka menginginkan kenyamanan dan berbagai fasilitas yang diberikan oleh majikan, sama seperti ayam negeri menerima kenyamanan dan berbagai fasilitas dari majikannya.

Mereka menginginkan kesehatan dan jadwal hidup yang serba teratur, sama seperti ayam negeri menerima kesemua itu dari majikannya. Mereka memerlukan perhatian penuh tentang kesejahteraan diri dan keluarga, memerlukan tuntunan dan pimpinan untuk memperlancar tugas dan kewajibannya, sama seperti seperti yang diberikan majikan kepada ayam-ayam negeri itu.

Namun mereka tidak menyadari bahwa pada saat yang sama, mereka telah kehilangan kebebasan dirinya, sebagai hak azasi manusia yang paling hakiki. Mereka tidak bisa lagi pergi dan terbang ke sana ke mari seperti seekor elang di langit lepas. Sama seperti yang dialami oleh ayam negeri. Lebih-lebih lagi, mereka telah kehilangan identitas diri sebagai mahluk hidup, karena status dirinya, disadari atau tidak, telah dirubah menjadi mesin yang sangat produktif demi kepentingan majikannya. Juga sama seperti ayam negeri.

Falsafah hidup seperti ayam negeri, benar-benar merupakan suatu hal yang menyesatkan, terutama bagi kalangan muda. Orang akan terpedaya dengan perasaan nikmat dalam kehidupan yang terkungkung di antara sisi-sisi tembok beton kantor atau rumahnya yang mewah. Padahal di luar, masih teramat banyak orang yang tidak cukup beruntung untuk

mendapatkan pekerjaan, hidup susah di rumah-rumah kumuh dan pengap.

Falsafah ayam negeri hanya mengajarkan manusia untuk memuja kenyamanan diri semata. Meski tidak ada yang salah untuk memperoleh kesejahteraan, kesenangan dan kemewahan bagi diri dan keluarga, namunpola hidup demikian cenderung membuat orang menjadi figur yang selfish dan egois, selalu mementingkan diri sendiri. Tidak ada lagi rasa prihatin dan empati kepada sesama. Apalagi keinginan berkorban untuk orang lain.

Sindrom kenikmatan juga akan menyebabkan kaum muda kehilangan semangat dan daya juang, sehingga tidak akan mau lagi ikut memikirkan bagaimana berpartisipasi untuk memajukan negara dan bangsa, mengentaskan kemiskinan rakyat jelata dan berbagai aspek social lainnya yang amat dibutuhkan oleh masyarakat banyak.

Di ujung rangkaian dari berbagai kesenangan yang memabukkan itu, akhirnya akan muncullah masalah yang paling berat, yaitu kenyataan bahwa generasi muda akan menjelma menjadi generasi yang ringkih, getas dan sensitif. Generasi yang mudah patah saat dihadapkan pada situasi krisis, sebagai akibat terlalu dimanjakan oleh kenikmatan.

Lagi-lagi sama seperti ayam negeri yang sensitif terhadap berbagai penyakit.

Rusman Hakim

Pengamat Kewirausahaan


Sumber:milis

Toko Istri

on Rabu, 22 Februari 2012




Sebuah toko yg menjual istri baru, dibuka dimana pria dpt memilih wanita untuk dijadikan sebagai seorang istri.

Di antara instruksi2 yg ada di pintu masuk, terdpt instruksi yg menunjukkan bgmn aturan main utk masuk toko tsb: "Kamu hny dpt mengunjungi toko ini SATU KALI!"

Toko tsb terdiri dr 6 lantai dimn setiap lantai akan menunjukkan kelompok calon istri.

Semkn tinggi lantainya, semkn tinggi pula nilai wanita tsb. Kamu dpt memilih wanita di lantai tertnt/lbh memilih ke lantai berikutnya, tp dgn syarat tdk bs turun lg ke lantai sblmnya kecuali utk keluar dr toko.

Lalu, seorang pria pun pergi ke " TOKO ISTRI " tsb untuk mencari istri. Di stp lantai terdpt tulisan spt ini:

Lt 1:
"Wanita di lt ini taat pd Tuhan & pandai memasak."
Pria itu tersenyum, kmd dia naik ke lantai selanjutnya.

Lt 2:
"Wanita di lt ini taat pd Tuhan, pandai memasak & lemah lembut."
Kmbali pria itu naik ke lantai selanjutnya.

Lt 3:
"Wanita di lt ini taat pd Tuhan, pandai memasak, lemah lembut & cantik."
''Wow!'', ujar sang pria, tetapi pikirannya msh penasaran & trs naik.

Lalu smpailah pria itu di lt. 4 n terdpt tulisan:
"Wanita di lt ini taat pd Tuhan, pandai memasak, lemah lembut, cantik banget & syg anak."
''Ya ampun!'' Dia berseru, ''Aku hampir tak percaya!''

Dan dia tetap mlanjutkan ke lt 5:
"Wanita di lt ini taat pd Tuhan, pandai memasak, lemah lembut, cantik banget, syg anak & sexy."

Dia tergoda utk berhenti tp kmd dia melangkah ke lt. 6 & terdpt tulisan:
"Anda adalah pengunjung yg ke 4.363.012.000. Tdk ada wanita di lantai ini. Lantai ini hny semata2 pembuktian utk pria yg tdk pernah puas."
Trm ksh tlh berbelanja di " TOKO ISTRI ". Mohon hati2 ketika keluar dr sini.:)


‎​Pesan moral ini bkn cm utk pria tp jg wanita: "Tetaplah slalu merasa puas akan pasangan yg sudah Tuhan sediakan. Jgn terus mencari yg terbaik, tapi jadikanlah yang sudah Tuhan sediakan menjadi yang terbaik.
‎​‎​itulah pasangan yg terbaik bagi kamu seumur hidupmu hingga maut memisahkan kalian berdua." :)




Sumber : Milis